Friday, May 11, 2007

Keindahan yang Terselip di Nusakambangan

Gambaran Pulau Nusakambangan, yang seram karena identik dengan pelaku kejahatan, berangsur hilang begitu memasuki pulau ini. Dengan luas 240 kilometer persegi, pulau di sisi selatan Pulau Jawa itu menyimpan potensi keindahan alam yang masih perawan. Keindahan ini mampu mengalahkan keangkeran benteng-benteng penjara dingin yang dibangun tahun 1912.

Begitu kapal feri Pengayoman milik Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mendarat di Dermaga Sodong, Nusakambangan, para narapidana berbaju biru akan menyapa. Mereka menawarkan batu-batu alam dan batu olahan yang berwujud butir-butir batu utuh warna-warni, yang sudah diikat menjadi cincin, anting, atau perhiasan lainnya. Agak takut memang awalnya. Namun, melihat keramahan para narapidana (napi), rasa takut pun sirna.

Para napi itu adalah penghuni empat lembaga pemasyarakatan (lapas) yang telah mendapat izin khusus berada di luar, yaitu Lapas Besi yang dibangun tahun 1927, Lapas Permisan (1928), Lapas Batu (1935), dan Lapas Kembang Kuning (1950).

Selain empat lapas itu, sejak zaman Belanda ada lima lapas lain yang telah runtuh, yaitu Lapas Karang Anyar (1912), Lapas Nirbaya (1912), Lapas Gliger (1925), Lapas Karang Tengah (1927), dan Lapas Limus Buntu (1935). Reruntuhan lapas itu kini dibiarkan begitu saja.

Sebelum tahun 1964, Pulau Nusakambangan menganut sistem kepenjaraan berdasar Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 24 Juli 1922. Berdasarkan Berita Negara Hindia Belanda tahun 1928, keseluruhan Pulau Nusakambangan adalah penjara dan daerah terlarang.

Seiring waktu, pada 27 April 1964, sistem kepenjaraan diubah menjadi lembaga pemasyarakatan. Masyarakat umum diperkenankan memasuki dan berwisata di lokasi yang telah ditetapkan meskipun harus didampingi petugas dari Dinas Pariwisata Kabupaten Cilacap.

Melalui Dermaga Sodong, ada tiga lokasi wisata alam andalan yang ditawarkan di pulau ini, yaitu Pantai Permisan, Pantai Pasir Putih, dan Goa Ratu.

Adapun untuk mencapai Goa Maria, Nusakambangan, wisatawan harus menyewa perahu khusus dari Dermaga Wijayapura. Obyek-obyek lain, seperti Pantai Cemiring, Goa Putri, Goa Masigit Selo, Goa Pasir, dan Pantai Rancababagan, juga bisa dikunjungi. Tersedia pula perahu sewaan untuk mengitari Pulau Nusakambangan.

Tak ada kendaraan umum di pulau ini. Jadi, untuk menuju lokasi wisata, pengunjung harus membawa kendaraan sendiri. Tiga lokasi wisata andalan itu bisa ditempuh dalam satu kali perjalanan melewati satu-satunya jalan yang membelah pulau sepanjang delapan kilometer.

Dermaga Sodong

Goa Ratu terletak sekitar tiga kilometer dari Dermaga Sodong dan dibuka untuk umum tahun 1996 setelah sebelumnya sering digunakan sebagai tempat semedi masyarakat penganut aliran kepercayaan. Goa penuh stalaktit dan stalagmit itu menantang untuk ditelusuri lebih lanjut. Sayangnya, yang dibuka untuk umum baru sekitar 60 persen. Jika ingin menyusuri kedalaman goa, diperlukan peralatan khusus. Memasuki ruang utama, pengunjung akan menemui batu yang disebut Batu Gandamayit (bau mayat). Disebut demikian karena batu itu mengeluarkan bau busuk.

Di dalam Goa Ratu ada goa lagi yang disebut Goa Merah. Pemandu dari Dinas Pariwisata Kabupaten Cilacap, Indarto, menuturkan, konon, saat Nusakambangan masih dihuni banyak tahanan politik, tempat itu sering digunakan sebagai lahan pembantaian. Merahnya darah mengalir sepanjang goa sepanjang empat kilometer menembus pantai selatan.

Selepas Goa Ratu, jejeran perumahan karyawan lapas, masjid, dan lapas mulai terlihat. Lapas pertama yang dilewati adalah Lapas Batu, tempat tiga terpidana mati Bom Bali, Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Gufron ditahan. Tommy Soeharto juga ditahan di sini.

Departemen Hukum dan HAM kini tengah menyelesaikan dua lapas baru, yaitu lapas terbuka bagi napi yang hampir keluar dan lapas super maximum security. Keduanya berada di pinggir jalan.

Setelah Lapas Batu, terlihat Lapas Besi, Lapas Kembang Kuning, dan terakhir Lapas Permisan, yang berjarak sekitar delapan kilometer dari Sodong. Di balik Lapas Permisan itu, Pantai Permisan terletak.

Karena pengunjung yang datang jarang, bentangan luas Samudra Indonesia dengan ombak besar berdeburan seolah menjadi milik pribadi. Para napi berkaus biru dan oranye yang menjajakan batu-batu garapan para napi seperti di Dermaga Sodong menjadi teman yang asyik untuk bercakap.

Jual beli

Transaksi jual beli batu menjadi sangat menarik dan menyentuh ketika sang napi bertutur mengapa ia sampai di Nusakambangan. Wempy F Nillu (37), misalnya. Kecerahan dan kegembiraan yang terpancar pada wajah Wempy diperoleh dalam sebuah perjalanan panjang melalui masa-masa sulit.

Wempy pernah membunuh karena gelap mata. Berita pembunuhan itu dimuat Kompas, Senin 19 Juli 1999. Ia dihukum 15 tahun dan telah menjalani hukuman enam tahun plus remisi yang ia kumpulkan selama tiga tahun.

Mendengarkan ceritanya, tergambar betapa Wempy jatuh bangun menemukan diri. Ia bergulat menghadapi tembok penjara, belajar mengampuni, hingga menemukan dirinya dan mampu membuat rekaman album rohani berjudul Suara dari Nusakambangan. Apalagi kemudian ia dengan suka hati menyanyikan lagu ciptaannya di sela-sela debur Pantai Permisan.

Di pantai ini juga, sebuah pisau komando besar Kopassus tertancap di atas batu karang, tempat Kopassus mengadakan pembaretan anggota. Sebelum mencapai pisau komando itu setelah mengarungi laut selatan, anggota TNI AD yang mengikuti latihan di sana tidak akan mendapatkan baret Kopassus.

Sekitar 800 meter sebelah timur Pantai Permisan terletak Pantai Pasir Putih. Sebelum mencapai Pasir Putih ada lokasi bekas pengintaian kapal selam.

Jalan menuju pantai masih rusak sehingga wisatawan harus jalan kaki. Karena minimnya pengunjung, lagi-lagi mendapati Samudra Indonesia bak milik pribadi.

Untuk mencapai Nusakambangan, pengunjung bisa melalui dua pelabuhan. Pertama Pelabuhan Wijayapura, Cilacap, untuk wisatawan dalam jumlah kecil. Lewat pelabuhan ini waktu yang dibutuhkan sekitar 15 menit. Lainnya adalah Pelabuhan Lomanis, Cilacap, yang biasanya digunakan mengangkut wisatawan 100 orang atau lebih. Dari pelabuhan ini dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai Nusakambangan.

Berkunjung ke Nusakambangan akan lebih mudah jika dilakukan hari Sabtu, Minggu, atau hari libur. Jika datang di luar waktu itu, biasanya harus membuat janji dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Cilacap. Mengingat aspek keamanan, kunjungan dibatasi hingga pukul 17.00.

Kepada pengunjung sangat disarankan membawa bekal mengingat sama sekali tidak ada tempat makan, kecuali warung di Dermaga Sodong. Sayang memang, potensi indah itu belum digarap maksimal. Padahal, mereka yang menyukai wisata petualangan pasti akan menikmati suasana Nusakambangan.

No comments: